Selamat Hari Kartini, 21 April 2013
Selamat Hari Kartini, 21 April 2013
Untuk itu,dengan postingan ini saya ingin mengajak sobat untuk kembali membuka catatan sejarah,mengingat kembali akan R.A Kartini.
Berbagai usaha dan daya juang yang dibuat Kartini, entah itu tindakan membaca surat kabar (De Locomotief, Leestremmel I dan De Holandsche Lelie- majalah wanita Belanda ) dan buku-buku berbahasa Belanda (Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali; De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus; Karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata)), korespondensi dengan teman-teman di Eropa (terutama dengan temannya Rosa Abendanon) dan karya-karya tulis yang sempat dimuatnya di beberapa surat kabar Eropa, terkhusus Belanda, ia mengabadikan kegigihannya untuk memajukan kaum perempuan sebangsanya, dan tentu juga bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
Karena demikian sederhana karyannya dan faktum pernikahannya seperti tersebut di ataslah, maka ketika ditetapkannya Kartini sebagai Pahlawan nasional dan terlebih lagi ketika hari lahir Kartini ditetapkan sebagai Hari Kartini dalam skala hari peringatan nasional, muncul penolakan dari kalangan tertentu hingga saat ini. Umumnya penolakan mereka dilandasi pernyataan di atas. Kartini tidak pantas menjadi pahlawan nasional dan terlebih lagi, hari lahirnya tidak bisa dijadikan sebagai salah satu hari peringatan nasional. Adalah pantas dan mulia mengangkat Cut Nyak Dhien, Martha CHristia Tiahahu dan Dewi Sartika sebagai pahlawan nasional sekaligus menetapkan hari lahirnya sebagai hari peringatan nasional, sebab perjuangan dan karya mereka jauh lebih mengagumkan dari R.A Kartini. Demikian alasan penolakan sekaligus solusi untuk mengakomodir kerinduan Republik menghargai jasa kaum perempuan dalam skala perjuangan nasional.
Bloggerkotaduri.com - Hari ini,Tanggal 21 April 2013 diperingati sebagai Hari Kartini ,yaitu sejak adanya keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.Keputusan yang dikeluarkan oleh presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno tersebut, mengandung dua hal:
- Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Raden Ayu Kartini (R.A.Kartini) dan
- penetapan hari kelahiran R.A.Kartini, tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.
Untuk itu,dengan postingan ini saya ingin mengajak sobat untuk kembali membuka catatan sejarah,mengingat kembali akan R.A Kartini.
Sedikit sejarah Mengenai R.A. Kartini yang telah melahirkan karya nya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Raden Ayu Kartini, demikian nama lengkap Kartini, lahir di Jepara, Jawa Tengah Hindia Belanda pada tanggal 21 April 1879. Ayahnya, R.M. Sosroningrat adalah bupati Jepara masa pemerintahan Hindia Belanda, sedang ibu kandungnya M.A Ngasirah, seorang perempuan dari kalangan menengah.
Karena tergolong anak bangsawan, maka Kartini kecil diperkenankan untuk mengenyam pendidikan di bangku pendidikan. Hanya sayang, adat Jawa yang ketat kala itu hanya mengijinkan Kartini bersekolah hingga usia 12 tahun, tamat ELS – Europese Lagere School. Sakit dan bergolak sungguh hati Kartini kecil, kala ia hanya diperkenankan mendapatkan pendidikan sebatas usianya yang ke-12. Mungkinkah hatinya tenang dan damai kala ia yang punya cita-cita mulia untuk melanjutkan pendidikan di bangku pendidikan lanjutan demi memajukan kaum sebangsanya harus takluk di hadapan budaya pingit masyarakatnya?
Berbagai usaha dan daya juang yang dibuat Kartini, entah itu tindakan membaca surat kabar (De Locomotief, Leestremmel I dan De Holandsche Lelie- majalah wanita Belanda ) dan buku-buku berbahasa Belanda (Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali; De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus; Karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata)), korespondensi dengan teman-teman di Eropa (terutama dengan temannya Rosa Abendanon) dan karya-karya tulis yang sempat dimuatnya di beberapa surat kabar Eropa, terkhusus Belanda, ia mengabadikan kegigihannya untuk memajukan kaum perempuan sebangsanya, dan tentu juga bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
Sebagaimana ditemukan dalam korespondensinya dan beberapa karya yang kemudian diabadikan dalam karya tersohornya “Habis Gelap Terbitlah Terang”, Kartini hendak mendobrak dan menyempurnakan adat-istiadat masyarakatnya yang mana pada masa itu sangat memasung kebebasan kaum perempuan. Kiranya perjuangan ini boleh dilihat sebagai cikal-bakal gerakan emansipasi wanita atau gender dalam Republik Indonesia tercinta ini. Selain sharring ide dan buah pena, karya lain yang dibuatnya adalah pendidikan bagi perempuan Jepara dan Rembang melalui sekolah Kartini, sekolah khusus untuk kalangan wanita yang didirikannya tahun 1903 berkat dukungan dari suami tercinta, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang adalah bupati Rembang.
Nampaknya sederhana sekali karya R.A Kartini sebab perjuangannya hanya sebatas bersurat dengan teman-teman di Eropa, menulis beberapa artikel dalam bahasa Belanda, dan mendidik puteri-puteri Jepara dan Rembang melalui sekolah Kartini beberapa tahun saja. Maklum pada usia 25 tahun, setidaknya sesudah melahirnya anak pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat, tepatnya tanggal 17 September 1904 ia pun pergi menghadap Sang Khalik untuk selamanya. Bahkan dalam bahasa yang sedikit negatif, karya Kartini dalam hal emansipasi wanita pun tidak maksimal sebab ia pada akhirnya menjadi istri keempat untuk bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Bukannya menjadi istri keempat seperti ini berarti mendukung perendahan martabat kaum perempuan?
Karena demikian sederhana karyannya dan faktum pernikahannya seperti tersebut di ataslah, maka ketika ditetapkannya Kartini sebagai Pahlawan nasional dan terlebih lagi ketika hari lahir Kartini ditetapkan sebagai Hari Kartini dalam skala hari peringatan nasional, muncul penolakan dari kalangan tertentu hingga saat ini. Umumnya penolakan mereka dilandasi pernyataan di atas. Kartini tidak pantas menjadi pahlawan nasional dan terlebih lagi, hari lahirnya tidak bisa dijadikan sebagai salah satu hari peringatan nasional. Adalah pantas dan mulia mengangkat Cut Nyak Dhien, Martha CHristia Tiahahu dan Dewi Sartika sebagai pahlawan nasional sekaligus menetapkan hari lahirnya sebagai hari peringatan nasional, sebab perjuangan dan karya mereka jauh lebih mengagumkan dari R.A Kartini. Demikian alasan penolakan sekaligus solusi untuk mengakomodir kerinduan Republik menghargai jasa kaum perempuan dalam skala perjuangan nasional.
Memang benar bahwa perjuangan emansipasi wanita yang makin menanjak di saat ini tidaklah semata karena perjuangan Kartini, tapi bagaimanapun juga perjuangan itu berjiwakan semangat perjuangan Kartini. Sedikit terang yang diwariskan Kartini melalui tulisan tangannya terus mengusik kepekatan malam kaum perempuan hingga hari ini sudah mulai terasa keberadaan terang itu, entah di mata kaum perempuan sebangsanya maupun kaum lelaki zaman ini. Sederetan barisan bisu, buah karyanya ternyata telah berbicara lebih lantang dan mampu menghancurkan benteng budaya konvesional yang cendrung menomorduakan kaum perempuan. Mimpi-mimpi indah akan kaum perempuan Indonesia yang hebat, yang mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional telah terwujud kini oleh kaum sebangsanya. Urgentnya pendidikan kaum perempuan demi terwujudnya perempuan Indonesia yang utuh dan manusiawi sebagaimana yang telah dimulai beliau semasa hidupnya terus membawa hasil yang mengagumkan di masa kini. Adakah semuanya ini harus dilihat dengan sebelah mata saja dan dianggap tiadalah berarti sehingga R.A Kartini tidak pantas menjadi pahlawan nasional dan tanggal 21 April tidak pantas dirayakan sebagai Hari Kartini?
Biarkan Hari Kartini dirayakan agar masyarakat Indonesia senantiasa diingatkan untuk menghormati martabat dan derajat kaum perempuan. Perempuan dalam keadaan mulianya adalah manusia utuh yang harus dihargai dan hormati sebagaimana setiap orang terpanggil untuk menghormati kaum lelaki. Ia bukanlah objek pelampiasan hawa nafsu laki-laki dan berbagai naluri kebinatangan kaum lelaki. Ia juga bukan sarana empuk untuk mendapatkan kekuasaan dan harta benda. Maklum, akhir-akhir ini kaum perempuan dijual oleh ayahnya demi dapatkan sejumlah uang, oleh majikannya demi meraup keuntungan sebanyak mungkin dan oleh atasannya demi mempertahankan jabatan tertentu. Pantaslah Hari Kartini dirayakan agar masyarakat Indonesia pun boleh berbangga bahwa di masa penjajahan sekalipun sudah ada perempuan yang secara ilmiah mengangkat harga diri dan martabat kaum perempuan. Berbarengan dengan rasa bangga itu, pantaslah masyarakat Indonesia pun menghidupi semangat pantang menyerah dan berusaha menjadi yang terbaik di tengah tantangan dan berbagai persoalan bangsa ini.
Mengenang Hari Kartini, tidak hanya sebatas memakai kabaya dan sarung batik, juga tidak hanya sebatas mengikuti upacara di tempat tertentu. Merayakan hari Kartini bagi kaum perempuan berarti mengobarkan semangat dan daya juang, menguatkan barisan dan memperkokoh komitment untuk maju bersama demi menantang berbagai tantangan yang ada di depan mata sebab perjuangan belum selesai, belum apa-apa. Kaum perempuan masih saja terus ditindas dan dinjak-injak martabatnya dalam berbagai modus. Mulai dari model pakaian sampai pada jenis pekerjaan yang diemban kaum perempuan, nampak jelas martabatnya masih saja dipermainkan. Sungguh, kemajuan yang dipicu teknologi Informasi serentak membawa tantangan yang cukup berat bagi kaum perempuan untuk hidup secara pantas dan layak sebagai kaum perempuan. Tak pelak lagi, banyak perempuan sudah hidup seperti laki-laki saja. Untuk inikah sebuah emanisapasi sebagaimana telah dimulai R.A Kartini?
Untuk itu,saya mengajak kembali.Sudah selayaknya hari Kartini dirayakan setiap tahun agar kaum perempuan Indonesia tidak sampai lupa diri, apalagi tidak tahu diri.Selamat Hari Kartini.
Untuk itu,saya mengajak kembali.Sudah selayaknya hari Kartini dirayakan setiap tahun agar kaum perempuan Indonesia tidak sampai lupa diri, apalagi tidak tahu diri.Selamat Hari Kartini.