Tarian Sulawesi Selatan

Tarian Sulawesi Selatan


Hi sahabat .. Kemarin saya berbagi tentang Benteng Ujung Pandang atau yang lebih dikenal dengan nama Benteng Ford Rotterdam Makassar. Sekarang saya akan bercerita tentang tarian sulawesi selatan. Diantara tarian yang akan saya bahas adalah tari pakarena, tari pajaga luwu, tari pattudu, tari pagellu dan tari pajoge’ .
Tari Pakarena

Sejarah Tari Pakarena

Dalam perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa, keadaan lingkungan alam dan lain-lain sebagainya, adalah beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat dari suatu bangsa. Sebagian perkembangan ini, dapat kita temu dengan adanya tata cara hidup dalam kehidupan manusia. Demikian melalui sejarah kesenian kebudayan Sulawesi Selatan. Dewata ini, dikenal berbagai macam kesenian yang kesemuanya ini adalah merupakan satu pertanda bahwa betapapun, masyarakat Sulawesi Selatan telah pula bangkit, atau mengikuti perkembangan dunia, lewat kesenian kebudayaannya yang mana salah satu dari sekian banyak hal-hal yang dapat menunjang terwujudnya kemajuan bangsa. Ditinjau dari segala segi, utamanya pengaruh keadaan, lingkungan, kini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Tari Pakarena yang pada mulanya merupakan tarian pemujaan dimana keyakinan manusia pada masa lampau bergantung kepada alam tak nyata atau alam gaib, dimana tari adalah merupakan salah satu cara untuk menyampaikan hasrat atau keinginan akan berhasilnya sesuatu yang diinginkan, persembahan seperti ini hamper sama, yakni ketika manusia masih hidup dalam kehidupan alam primitive. Bahwa pernyataan gerak adalah lambing komunikasi manusia antara manusia, utamanya kepada Dewata atau Batara.

Kemudian setelah masuknya agama Islam di daerah (Rumpun yang memelihara tari Pakarena, antara lain; Gowa, Bantaeng, Jeneponto, Selayar, Takalar). Tari Pakarena ini telah menjadi tari adat, dimana tari tersebut hidup dan berkembang dalam lingkungan istana yaitu diadakan pada upacara-upacara adat. Hingga dengan pesatnya perkembangan Kerajaan Gowa, sejak Tumanurung merajai Butta Gowa (Daerah Gowa) sampai saat pemerintahan Sultan Hasanuddin menjadi raja. Tamu-tamu terhormat dan tarian ini tetap terpelihara dalam istana. Tarian Sulawesi Selatan

Tari Pakarena dari Gowa sejarah tentang terciptanya menurut orang-orang tua dahulu kala, jauh sebelum agama Islam masuk di daerah Gowa, terjadilah kisah seperti ini untuk mengenakan dan mengingat-ingat orang-orang dahulu kala atau nenek moyang dimana dikatakan bahwa suatu ketika makhluk-makhluk yang ada dikayangan dan yang berada di bumi tidak akan bertemu lagi. Olehnya itu perlu memberikan satu petunjuk-petunjuk lagi manusia pada zaman itu dan pada zaman yang akan datang.

Manusia-manusia dikayangan mengajarkan pada penduduk bumi bagaimana caranya bekerja seperti menjaga anak, memintai benang, bersahabat/bermasyarakat dan lain-lain. Kesemuanya ini dilakukan dengan gerakan dan dengan gerakan-gerakan ini maka terciptalah tari “Tari Pakarena”.

Macam Gerakan Tari Pakarena

Yaitu terdiri dari jenis
Sambori’na (berteman)
Ma’biring kassi’ (bermain ditepi pantai)
Anging kamalino (angin tanpa berhembus)
Digandang (berulang-ulang)
Jangan lea-lea (ayam yang mundur-mundur sementara berkelahi)
Iyale’ (sebelum menyanyi ada seperti aba-aba) nyanyian tengah malam
So’naya (yang bermimpi)
Lambbasari (hati timur)
Tari Pajaga Luwu

Sejarah Tari Pajaga

Seperti kita maklumi bahwa sebelum agama Islam masuk kerajaan Luwu (sebelum tahun 1604) maka yang dianut oleh masyarakat Luwu adalah agama Animisme. Agama yang mempercayai banyak dewa. Menurut kebudayaan bahwa seni lahir dari agama setelah pada satu tingkat kebudayaan, manusia percaya pada adanya dewa-dewa. Tarian Sulawesi Selatan

Mereka melakukan kultus sebagai pernyataan hubungan dan pengabdiannya kepada dewa-dewa itu, menggerakkan hati dewa-dewa agar dewa-dewa tersebut mengabulkan permohonan-permohonan mereka. Dan dilakukan tari-tarian untuk menyenangkan untuk mengambil hati dewa-dewa. Tari lahir gerak keasikan pemujaan dan permohonan, seterusnya agar tari tertentu dalam iramanya, ia diiringi dengan tabuhan suara bunyi-bunyian, yang berkembang menjadi seni musik.

Demikianlah sejarah timbulnya Tari Pajaga semasa Batara Guru I menjadi Pajung (Raja) di Luwu oleh beliau disuruhlah mencipta satu tarian sebagai suatu pemujaan kepada dewa-dewa dalam memenuhi permohonan manusia dan agar gerak itu mempunyai irama yang tetap maka gerak itu diiringi oleh nyanyian dan tabuhan gendang.

Sampai pada saat ini seni tari Pajaga itu, demikian pula dengan alat yang mengiringinya belum banyak mengalami perubahan atau dengan kata lain masih mendekati keaslian. Tarian Sulawesi Selatan

Asal mulanya sehingga tari ini diberi nama Pajaga. Dalam peningkatan kepercayaan rakyat Luwu dan setelah masuknya agama Islam di Luwu sehingga agama Islam pada itu menjadi agama kerajaan Luwu (tahun 1604). Maka tari ini tidak lagi menjadi tari yang menjadi hiburan raja-raja bahkan menjadi tari penghormatan kepada tamu-tamu raja yang datang ditarikan pada saat tertentu, seperti pada upacara kerajaan. Oleh karena tari tersebut sering
Tari Pattudu

Dahulu kala anak raja yang berdiam pada suatu gunung dengan beserta hamba sahayanya. Dikeliling rumahnya terdapat mata air dan kebun bunga-bungaan yang sangat suburnya. Pada suatu ketika anak raja itu pergi berburu dan tiba-tiba disuatu tempat yang namanya Peda-peda terdengar olehnya suara gadis-gadis yang sementara menyanyi dari atas gunung, maka anak raja tersebut mendatangi tempat itu dan nampaklah olehnya tujuh gadis yang rupawan sementara menari-menari di antara pohon bunga-bungaan. Timbullah keinginan dalam hati anak raja untuk menjadikan permaisuri dari salah seorang gadis-gadis tersebut. Maka dicarilah jalan bagaimana agar maksudnya dapat tercapai.

Setelah beberapa hari, hal tersebut di atas nampaknya selalu berulang-ulang sedangkan anak raja telah mengetahui pula bahwa setelah gadis-gadis itu selesai menari, juga mereka pergi mandi disuatu kali yang tidak jauh dari bunga-bungaan, dan pada waktu mereka mandi adalah sudah menjadi kebiasaan tak selembarpun benang yang menyertai tubuh mereka. Dan demi tercapainya maksud sang anak raja maka timbullah keinginannya mengambil pakaian salah seorang diantara gadis-gadis itu. Dan setelah ia berhasil, ternyata pakaian yang ia peroleh adalah kepunyaan Putri Bungsu sedangkan gadis-gadis lainnya yang luput dari kejadian itu, terpaksa meninggalkan saudaranya yang tidak dapat lagi terbang balik ke kayangan.

Tinggalah sang putri bungsu dan ia dijadikan permaisuri sang anak raja. Resepsi perkawinan sang raja dengan sang putri Bungsu (Putri Kayangan) dilaksanakan dengan cara pesta adat kerajan dimana harus diadakan tari-tarian sesuai dengan gerakan-gerakan tari yang dimainkan oleh putri-putri kayangan ketika bermain-main di atas pohon bunga-bungaan.

Tarian yang dimainkan inilah yang dinamai Pattudu. Tarian Pattudu pada dahulu kala oleh raja Todilaling (Arajang Balannipa-I). dibawah turunan ke daerah Napo untuk dijadikan tarian khusus pada upacara-upacara adat dan juga pada penyembahan dewa. Setelah masuknya agama Islam di tanah Mandar, maka oleh Raja Tomatino di Limboro(Arajang Balannipa ke-14) mengubah fungsi tarian itu menjadi tarian hiburan raja-raja pada pesta adat pelantikan raja-raja dan lain-lain. Jumlah penari yang memainkan tarian ini sekurang-kurangnya enam orang. Tarian Sulawesi Selatan
Tari Pagellu

Tari Pagellu sangat popular dikalangan masyarakat sejak dahulu. Menurut kalangan mereka Pa’gellu adalah alat untuk melahirkan rasa keindahan, rasa pujaan, rasa gembira dalam bentuk gerakan badan, terutama tangan dan telapak tangan, beserta jari-jari. Pa’gellu erat dengan keyakinan Toraja.

Pagellu erat sekali hubungannya dengan kepercayaan orang-orang Toraja pada masa lalu, yaitu sebelum agama Islam dan agama Kristen masuk di Toraja. Menurut kepercayaan Aluk Todolo (Aluk Meman). Yakni kini masih ada yang menganut, Puang Matua (Allah Yang Maha Esa, ada ditempat yang tertinggi dan kuasanya mengatur semua isi dunia). Manusia datang padanya untuk bertobat, menyampaikan permintaan, berterima kasih dan sebagainya dengan melalui persembahan (pemujaan). Tuhan itu di pujanya dengan Rambu Tuka’ berjenis-jenis Naro, Bua’ Suru’ yang semuanya memerlukan pujaan lahir batin dari manusia. Pujaan lahir ialah dengan mengadakan persembahan yaitu berupa atau persembahan hewan (kerbau, babi, ayam) malo bulanna su’ding pa’todinganna = hewan yang memenuhi syarat.

Pagellu’ salah satu alat pemujaan dalam Rambu Tuka’ kepada Tuhan yang telah memberi hujan, memelihara padi-padi, tanam-tanaman serta menolak wabah penyakit dan lain-lain. Pagellu’ dalam kehidupan orang-orang Toraja; peristiwa-peristiwa disawah, menabur bibit, menanam padi, mengawasi padi, menumbuk, menampik dan lain-lain. Tarian Sulawesi Selatan

Menghalau burung pipit, menghalau segala yang dapat mengganggu tumbuh-tumbuhan, maka seluruh gerak-gerak ini, peristiwa ini dikenangkan setelah panen selesai.  Gerakan-gerakan ini dilakonkan dalam bentuk teratur bilamana diadakan pengucapan syukur atas selesainya panen. Dasar gerak inilah terciptanya tari Pagellu’.
Tari Pajoge

Sejarah Tari Pajoge

Asal mulanya Pajoge, timbul semasa kerajaan Bone dahulu. Ada yang mengatakan sejak abad ke VII, tetapi hal itu belum jelas, karena belum ada diketemukan tulisan-tulisan yang dapat memberikan keterangan pasti tentang hal itu, tetapi yang jelas bahwa raja Bone ke 31 Lapawawoi Karaeng Sigeri sangat gemar akan tari Pajoge dan semua anaknya memelihara tari Pajoge.

Jadi dengan demikian bahwa Pajoge lahir di istana raja untuk menghibur raja dan keluarganya, juga untuk menghibur rakyat pada pesta-pesta. Penari-penari pada umumnya diambil dari rakyat biasa saja. Perbedaan dengan tari Pakarena dengan tari Pajoge yang biasa hidup diistana raja yang penari-penarinya dipilih dari keturunan bangsawan atau anak anggota adat. Tetapi Pajoge adalah merupakan tarian rakyat yang dipertontonkan pada pesta raja dan umum. Tarian Sulawesi Selatan

Demikian Pajoge berfungsi sebagai tarian hiburan, juga merupakan alat penghubung antara raja dan rakyat, untuk mendekatkan hubungan agar supaya rakyat tetap cinta kepada rajanya dan sebaliknya.

Pajoge yang lahir di istana raja itu penari-penarinya dipilih yang cantik-cantik saja serta mempunyai kelebihan-kelebihan agar supaya dapat menarik perhatian para penonton, baik raja-raja maupun rakyat dengan maksud disamping ia berfungsi sebagai hiburan juga dapat menarik keuntungan atau hasil yang berupa materi, karena para penonton diberi kesempatan untuk Mappasompe pada salah seorang Pajoge yang diingininya. Dan telah menjadi ketentuan bahwa setiap laki-laki yang mau Mappasompe harus menyediakan uang atau benda lain.
Macam-macam Tari Pajoge
Pajoge biasa (penari-penarinya dari wanita)
Pajoge Angkong (penari-penarinya orang-orang banci) tarian sulawesi selatan