Ingrid Kansil : Hak-hak Umat Beragama Tidak akan Dikebiri
Ingrid Kansil : Hak-hak Umat Beragama Tidak akan Dikebiri
Surat Kesepakatan Bersama (SKB) dua menteri yang dibuat tahun 2006, tentang pembangunan rumah ibadah dinilai bukan merupakan wujud intoleransi kehidupan antar umat beragama. Anggota Komisi VIII DPR yang membidangi agama, Ingrid Kansil mengatakan, budaya saling menghormati tentunya wajib dikembangkan oleh semua warga negara. âSKB dua menteri itu bukan merupakan wujud intoleransi kehidupan beragama. Negara Indonesia merupakan negara yang agamis, meski tidak berdasarkan asas ketuhanan, hak-hak umat beragama tidak akan dikebiri, tapi justru dilindungi,â kata Ingrid, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/5/2013). Menurutnya, dalam pendirian rumah ibadah masing-masing agama harus tidak bersinggungan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. âPada prinsipnya saya mendukung kebebasan berekspresi masyarakat dalam menjalankan ibadah, karena menjalankan ibadah merupakan salah satu hak azasi manusia yang paling privasi,â jelas Ingrid. Kata Inggrid, pendirian rumah ibadah setiap agama, harus disesuaikan dengan kearifan lokal atau setiap daerah. âPertimbangan penyesuaian dengan kearifan lokal juga sangat penting,â kata Ingrid. Sebelumnya, salah seorang pendeta dari Gereja Jemaat Kristen Indonesia (GKI) Banda Aceh, Sahabat Purba mengungkapkan saat ini sekitar 80 orang jemaatnya di GKI Banda Aceh terpaksa beribadah secara sembunyi-sembunyi. Hal itu dikarenakan, sejak tahun 2006 yang lalu mereka telah merasakan tekanan saat beribadah. Kejadian paling parah, tutur Purba, terjadi tahun 2006 saat sekelompok orang tak dikenal mendatangi dan mengobrak-abrik gereja ketika mereka tengah beribadah. Purba yang sudah menjadi pendeta di GKI Banda Aceh sejak tahun 1998 menuturkan, di Banda Aceh ada sembilan gereja yang terpaksa harus ditutup karena dianggap tak memiliki ijin. Hal serupa terjadi di Singkil, Tamiyang, dan Langsa. Atas dasar itulah, Purba menganggap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak layak mendapat penghargaan dari yayasan asal Amerika Serikat (AS) Appeal of Conscience Foundation (ACF), dimana SBY telah dianggap mampu mendorong toleransi beragama di Indonesia. (jk)
Surat Kesepakatan Bersama (SKB) dua menteri yang dibuat tahun 2006, tentang pembangunan rumah ibadah dinilai bukan merupakan wujud intoleransi kehidupan antar umat beragama. Anggota Komisi VIII DPR yang membidangi agama, Ingrid Kansil mengatakan, budaya saling menghormati tentunya wajib dikembangkan oleh semua warga negara. âSKB dua menteri itu bukan merupakan wujud intoleransi kehidupan beragama. Negara Indonesia merupakan negara yang agamis, meski tidak berdasarkan asas ketuhanan, hak-hak umat beragama tidak akan dikebiri, tapi justru dilindungi,â kata Ingrid, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/5/2013). Menurutnya, dalam pendirian rumah ibadah masing-masing agama harus tidak bersinggungan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. âPada prinsipnya saya mendukung kebebasan berekspresi masyarakat dalam menjalankan ibadah, karena menjalankan ibadah merupakan salah satu hak azasi manusia yang paling privasi,â jelas Ingrid. Kata Inggrid, pendirian rumah ibadah setiap agama, harus disesuaikan dengan kearifan lokal atau setiap daerah. âPertimbangan penyesuaian dengan kearifan lokal juga sangat penting,â kata Ingrid. Sebelumnya, salah seorang pendeta dari Gereja Jemaat Kristen Indonesia (GKI) Banda Aceh, Sahabat Purba mengungkapkan saat ini sekitar 80 orang jemaatnya di GKI Banda Aceh terpaksa beribadah secara sembunyi-sembunyi. Hal itu dikarenakan, sejak tahun 2006 yang lalu mereka telah merasakan tekanan saat beribadah. Kejadian paling parah, tutur Purba, terjadi tahun 2006 saat sekelompok orang tak dikenal mendatangi dan mengobrak-abrik gereja ketika mereka tengah beribadah. Purba yang sudah menjadi pendeta di GKI Banda Aceh sejak tahun 1998 menuturkan, di Banda Aceh ada sembilan gereja yang terpaksa harus ditutup karena dianggap tak memiliki ijin. Hal serupa terjadi di Singkil, Tamiyang, dan Langsa. Atas dasar itulah, Purba menganggap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak layak mendapat penghargaan dari yayasan asal Amerika Serikat (AS) Appeal of Conscience Foundation (ACF), dimana SBY telah dianggap mampu mendorong toleransi beragama di Indonesia. (jk)